Polisi Wanita (Polwan) semakin banyak terlibat dalam pekerjaan yang menantang dan beragam. Kesetaraan gender yang semakin meningkat telah mendorong banyak perempuan untuk bergabung menjadi Polwan. Namun, menjadi Polwan tidak selalu berarti terlibat dalam menangkap penjahat, bahkan saat berdinas di satuan reserse kriminal.
Contohnya adalah Aipda Suprapti, yang telah menjadi polisi selama 20 tahun dan selalu bertugas di Satreskrim. Meskipun awalnya menjadi polisi bukanlah keinginannya sendiri, tetapi karena dorongan orang tuanya. Suprapti, yang sekarang bertugas di Unit PPA Satreskrim Polresta Sleman, mengungkapkan bahwa ia tidak ingin menggunakan seragam polisi saat bertugas dan lebih memilih bertugas di Reskrim.
Sebagai anggota Unit PPA Polresta Sleman, Suprapti menangani perkara yang terkait dengan perempuan dan anak-anak. Dia menjelaskan bahwa empati dan simpati harus menjadi prinsip utama dalam melaksanakan tugasnya, terutama ketika menangani korban yang masih anak-anak.
Suprapti mengakui bahwa ada banyak suka dan duka yang dia alami selama bertugas sebagai Polwan. Salah satu kesulitan yang sering dihadapinya adalah kesulitan dalam menjaga kebersamaan dengan keluarga, terutama karena seringnya lembur dalam tugasnya di Reskrim. Terlebih lagi, laporan polisi bisa masuk kapan saja, sehingga dia harus siap bekerja pada pagi, siang, ataupun malam hari jika ada panggilan tugas.
Meskipun demikian, Suprapti merasa senang dapat bertemu dengan banyak orang dalam menjalankan tugasnya. Pengalaman dan kisah yang berbeda setiap harinya membuatnya memiliki pengalaman yang berharga. Dia memberikan pesan kepada para perempuan yang ingin menjadi Polwan untuk tidak perlu takut atau khawatir, karena dengan belajar yang cukup, mereka pasti bisa berhasil.
Polwan lainnya, Aiptu Bisusanti, menjabat sebagai Bhabinkamtibmas Kelurahan Kadipaten, Kraton. Awal karirnya dimulai di Timor Leste ketika masih merupakan bagian dari Indonesia. Selama enam bulan, Susanti bertugas di Timor Leste sebelum akhirnya dipindahkan ke Polda DIY. Keputusan untuk pindah dikarenakan Timor Leste telah memisahkan diri dari Indonesia dan menjadi negara merdeka. Ketika itu, Susanti diberikan kebebasan untuk memilih tempat penugasan baru, dan ia memilih Jogja karena memiliki kenangan di sana.
Post a Comment