Peserta Didik Sekolah Pengembangan Profesi Kepolisian (SPPK) Angkatan Ke-01 selaku pencetus menggelar kegiatan Dialog Kebangsaan dengan tema “Disaster Management In Indonesia” pada Senin 30 September 2024.
Kegiatan yang dilangsungkan di Gedung Pancasila Sespim Lemdiklat Polri ini menghadirkan Karolabdokkes Pusdokkes Polri Brigjen Pol Dr. dr. Sumy Hastry Purwanti, DFM., Sp.F dan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes RI Dr. Sumarjaya, S.K.M., M.M., M.FP., C.FA. sebagai Narasumber.
Kegiatan Dialog Kebangsaan dihadiri oleh Koordinator Widyaiswara Kepolisian Sespim Lemdiklat Polri Irjen Pol Drs. Jawari, S.H., M.H., Widyaiswara Kepolisian Sespim Lemdiklat Polri, Kasespimti Polri, Kasespimmen Polri, Kasespimma Polri, dan jajaran pejabat utama Sespim Lemdiklat Polri.
Selain itu dalam kegiatan ini juga dihadiri oleh seluruh Peserta Didik Sekolah Pengembangan Profesi Kepolisian (SPPK) Angkatan Ke-01, dan perwakilan Peserta Didik Sespimma Polri Angkatan ke-72.
Widyaiswara Kepolisian Sespim Lemdiklat Polri Irjen Pol Drs. Jawari, S.H., M.H., dalam sambutannya menjelaskan bahwasanya Indonesia rawan bencana.
“Oleh karena itu dalam kesempatan yang sangat berharga ini, ikuti dengan sungguh-sungguh. Diskusikan lah dengan para ahli yang telah hadir pada kesempatan hari ini. Semoga ilmu yang kita terima hari ini, dapat menjadi manfaat bagi kita semua,” jelasnya.
Sesuai dengan Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana menjelaskan bahwasanya bencana adalah peristiwa yang mengancam dan menggangu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Bencana disebabkan baik oleh faktor alam atau faktor nonalam, maupun faktor manusia, yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Karolabdokkes Pusdokkes Polri Brigjen Pol Dr. dr. Sumy Hastry Purwanti, DFM., Sp.F., menjelaskan bahwasanya setiap terjadinya bencana, maka sangat diperlukan yang namanya identifikasi.
“Setiap terjadinya bencana, pada hari pertama semua masih bagus dan masih bisa dibedakan antara jenazah A dengan jenazah B. Tetapi setelah hari ke dua, tiga, empat, dan seterusnya kondisi jenazah sudah berubah bentuk dengan kata lain kondisi jenazah satu dan lainnya sudah dalam kondisi yang sama,” jelasnya.
Bagaimanakah identifikasi korban mati yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah?
Metode identifikasi dalam Ops DVI terdapat dua metode, yaitu metode primer dan metode skunder. Metode primer antara lain Sidik Jari, Catatan Gigi, dan Analisa DNA. Sedangkan metode skunder anata lain catatan medis, dan properti.
“Maka dapat disimpulkan bahwasanya DVI selain Prosedur yang dilakukan untuk mengidentifikasi korban mati. Identifikasi amat sangat penting. Karena apabila ada kesalahan identifikasi, maka akan buyar semuanya,” tutup Karolabdokkes Pusdokkes Polri Brigjen Pol Dr. dr. Sumy Hastry Purwanti, DFM., Sp.F.
Dalam wawancara dengan media Sespim, Kasenat SPPK Angkatan 1 Alex Willem Tlonaen, S.T., M.M., M.T.r.A.P., menyampaikan, “Materi yang di sampaikan hari ini sangat bermanfaat dan membuka mata kami bahwasanya untuk kedepannya. Bahwasanya kami dari Polri tidak hanya membantu menangani permasalahan kepada manusia yang masih hidup, tetapi juga membantu menangani perihal identifikasi jenazah. Dan apa yang telah disampaikan oleh para Narasumber ini dapat membantu kami dalam mempersiapkan diri dalam menghadapi tantangan di kemudian hari”.
Post a Comment